Opini

Selasa, 06 Maret 2012

Usaha Pertambangan Pasca Terbitnya Permen ESDM 7/2012

Dalam usaha pertambangan, kegiatan ekspor ore (raw material) adalah salah satu cara paling memungkinkan bagi pengusaha di bidang pertambangan untuk memasarkan hasil tambangnya. Selain tidak diperlukan investasi yang besar, penjualan ore juga memakan waktu produksi yang lebih singkat sehingga pengusaha tambang tidak perlu merepotkan proses pengolahan dan pemurnian hasil pertambangannya.

Demi peningkatan kualitas hasil tambang yang akan diekspor, terutama untuk meningkatkan nilai jualnya, sejak diterbitkannya Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), pemerintah melalui Pasal 170 mengamanatkan pengusaha pemegang Izin Usaha Eksplorasi (IUP) maupun Kontrak Karya (KK) untuk melakukan sendiri proses pemurnian dan/atau pengolahan minerba dengan diberikan jangka waktu untuk menyesuaikan selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak UU Minerba disahkan, yang berarti pada tahun 2009.

Namun dengan terbitnya Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral yang diantara memuat kewajiban pengolahan dan pemurnian yang wajib dilakukan oleh pengusaha hingga memenuhi batasan sebagaimana ditetapkan dalam Permen ini. Selain itu, bagi pengusaha yang tidak mampu melakukan pengolahan dan/atau pemurnian sendiri, dapat melakukan kerjasama dengan pihak-pihak tertentu yang memiliki izin tertentu maupun dalam bentuk pendirian usaha pengolahan dan/atau pemurnian dengan metode penyertaan saham.

Dalam hal kerjasama dilakukan dengan penyertaan saham, maka penyertaan tersebut haruslah mendapatkan persetujuan menteri ESDM.

Salah satu catatan menarik dari permen ini adalah ketentuan yang termuat dalam Pasal 21 Permen ini, yang memuat ketentuan:

     "Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR yang         diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Men teri ini."


 Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka tanggal 6 Mei 2012 adalah batas akhir pengusaha dapat melakukan penjualan ore ke luar negeri (ekspor), dan sesudahnya pengusaha harus melakukan pengolahan dan pemurnian terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan Permen 7/2012, barulah pengusaha dapat melakukan ekspor hasil tambang.

Dengan adanya ketentuan yang seperti ini tentunya sangat merugikan pengusaha, karena pengusaha telah terikat kontrak dengan pihak ketiga untuk melakukan penjualan, terlebih lagi pelaksanaan ketentuan ini membutuhkan investasi yang sangat besar. terlebih lagi perubahan aturan ini dapat menimbulkan sengketa antara pengusaha dengan Pihak ketiga lainnya

Terlepas dari pro kontra mengenai Permen ini, saya pribadi beranggapan bahwa hal ini dilakukan agar nilai barang yang diekspor oleh pengusaha tambang dapat bernilai lebih, dan agar dapat tercipta lapangan usaha yang baru bagi tenaga kerja Indonesia. Terlebih lagi untuk mengurangi impor terhadap kebutuhan minerba, yang dengan dibuatnya pengelolaan dan/atau pemurnian, maka kebutuhan minerba dalam negeri dapat dipenuhi tanpa melalui proses impor.

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar